PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-¬kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1). Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar. SputumPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka. Kritewia sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditetnukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuntan dalam 1 mil sputum. DIAGNOSISDari uraian uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan, kliuis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Societv dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mveobucteriuur heberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positi karena kelainan paru yang belum ber¬hubungan dengan bronkus atau pasin tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali. Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas aauoratorium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memasaikan diagnosis tuberkulosis paru, karena kekerapan Mycobacleritnn atipic di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya 30-70% saja dari selumh kasus tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis. Diagnosis htberkulosis paru ma+sih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalaflan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status balacriologis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru. • Pasien dengan sputum BTA positif : 1, pasien yang pncfa pemeriksaan sputum-nya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan, atau 2. satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3. satu sediaan spututnnya positif discrtai biakan yang pusitif. • Pasien dengan sputum BTAnegatif: 1.pasien yang pada pemeriksaan sputum-nya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau, 2. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakanmya positif,
0 comments:
Post a Comment